Rabu, 13 April 2011

CARA MENGHITUNG TENAGA PERAWAT DI RUMAH SAKIT Januari 3, 2010 pukul 9:00 am · Disimpan dalam Uncategorized 1. Cara rasio Metoda ini menggunakan juml

CARA MENGHITUNG TENAGA PERAWAT DI RUMAH SAKIT

Januari 3, 2010 pukul 9:00 am · Disimpan dalam Uncategorized

1. Cara rasio
Metoda ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang diperlukan.Metoda ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.Metoda ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas SDM rumah sakit,da kapan personal tersebut dibutuhkan oleh setiap unit atau bagian rumah sakit yang mebutuhkan.Bisa digunakan bila: kemampuan dan sumber daya untuk prencanaan personal terbatas,jenis,tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.Cara rasio yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat keputusan menkes R.I. Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit,dengan standar sebagai berikut :

Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT
A & B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1
C 1/9 1/1 1/5 3/4
D 1/15 1/2 1/6 2/3
Khusus Disesuiakan
Keterangan :
TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non perawatan
TNP = tenaga non medis

Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.

2. Cara Need

Cara ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja yang diperhitungkan sendiri dan memenuhi standar profesi.Untuk menghitung seluruh kebutuhan tenaga,diperlukan terlebih dahulu gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada klien selama di rumah sakit. Misalnya saja untuk klien yang berobat jalan,ia akan melalui/mendapatkan pelayanan, antara pembelian karcis, pemeriksaan perawat / dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotik dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik. Hundgins(1992)menggunakan standar waktu pelayanan pasien sebagai berikut :

Tugas Lama waktu(menit) untuk pasien
Baru Lama
Pendaftaran
Pemerikasaan dokter
Pemeriksaan asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium 3
15
18
51
5
4
11
11
0
7

Contoh perhitunganya:
Rumah sakit A tipe B memberikan pekayanankepada pasien rata-rata 500 orang perhari dimana 50% adalah pasien baru,maka seorang pimpinan keperawatan akan memperhitungkan jumlah tenaga sebagai berikut :
Tenaga yang diperlukan untuk bertugas di bagian pendaftaran adalah : (3+4)/2= 3,5 x 500/240 = 7,29 (7 orang tenaga) jika ia bekerja dati jam 08.00 sampai jam 12.00(240 menit).
Tenaga dokter yang dibutuhkan adalah : (15+1)/2=13×500/180=36,11 (36 orang dokter),jika ia bekerja dari jam 09.00 sampai 12.00)(180 menit)Tenaga asisten dokter yang diperlukan adalah (18+11)/2 = 14,5 x500/240=30,2 orang(30 oarang asisten dokter),jika bekerja dari jam 08.00sampai 12.00(240 menit).
Tenaga penyuluhan yang dibutuhkan adalah 5/12 =25,5 x500/240 = 53,13 (53 orang tenaga penyuluhan),jika ia bekerja dari jam08.00 sampi12.00 (240 menit)
Tenaga laboratorium yang dibutuhkan adalah : (5+7)/2=6×500/240 =12,5 (13 oarang tenaga laboratorium jika ia bekerja dari jam 08.00 sampai jam12.00(240 menit)

Untuk pasien rawat inap, Douglas (1984) menyampaikan standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :
• Perawatan minimal memerlukan waktu : 1-2 jam/24 jam
• Perawatan intermediet memerlukan waktu : 3-4 jam/24 jam
• Perawatan maksimal/total memerlukan waktu : 5-6 jam/24 jam

Dalam penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut di atas adalah sebagai berikut :
a. Kategori I : Self care/perawatan mandiri
Kegiatan sehari-hari dapat dilakukan sendiri,penampilan secara umum baik,tidak ada reaksi emosional,pasien memerlukan orientasi waktu,tempat dan pergantian shift,ttindakan pengobatan biasanya ringan dan simpel
b. Kategori II : intermediet care/perawatan sedang
Kegiatan sehari-hari untuk makan dibantu,mengatur pisisi waktu makan.meberi dorogan agar mau makan,eliminasi dan kebutuhan diri juga dibantu atau menyiapkan alat untuk ke kamar mandi.Penampilan pasien sakit sedang.Tindakan perawatan pada pasien ini monitor tanda-tanda vital,periksa urine reduksi,fungsi fisiologis,status emosinal,kelancaran drainage atau infus.Pasien memerlukan bantuan pendidikan kesehatan untuk support emosi 5-10 menit/shift atau 30-60 menit/shiftdengan mengobservasi side efek obat atau reaksi alergi.
c. Kategori III : Intensive care/perawatan total
Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilaksanakan sendiri,semua dibantu oleh perawat penampian sakit berat.pasien memerlukan observasi terus-menerus.

Dalam penelitian Douglas (1975) tentang jumlah tenaga pearawat di rumah sakit, didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam teragantung pada tingkat ketergantungan pasien seperti pada table di bawah ini:

Jumlah pasien KLASIFIKASI PASIEN
minimal Parsial Total
pagi Siang malam pagi Siang malam Pagi Siang malam
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60
dst

Contoh perhitungan:
Di ruang bedah RSU “Sehat” dirawat 20 orang pasien dengan kategori sebagai berikut: 5 pasien dengan perawatan minimal, 10 pasien dengan perawatan parsial dan 5 pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai berikut:

1. untuk shift pagi:
- 5 ps x 0,17 = 0,85
- 10 ps x 0,27 = 2,70
- 5 ps x 0,36 = 1,80
total tenaga pagi = 5,35 2. untuk shift siang:
- 5 ps x 0,14 = 0,70
- 10 ps x 0,15 = 1,50
- 5 ps x 0,30 = 1,50
total tenaga siang = 5,35 3. untuk shift malam:
- 5 ps x 0,10 = 0,50
- 10 ps x 0,07 = 0,70
- 5 ps x 0,20 = 1,00
total tenaga malam = 2,20

Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah: 5,35 + 3,70 + 2,20 = 11,25 (11 orang perawat)
Klasifikasi Klien Berdasarkan Derajad Ketergantungan

Kriteria Ketergantungan Jumlah Klien Perhari Sesuai Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dst
Perawatan Minimal:
1. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulasi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift
5. Pengobatan minimal, status psikologis stabil
6. Persiapan prosedur memerlukan pengobatan
Perawatan Parsial:
1. Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
4. Folly cateter intake output dicatat
5. Klien dengan pasang infus, persiapan pengobatan memerlukan prosedur
Perawatan total:
1. Segalanya diberi bantuan
2. Posisi yang diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
3. Makan memerlukan NGT, intravena terapi
4. Pemakaian suction
5. Gelisah/ disorientasi
Jumlah total pasien perhari

Petunjuk Penetapan jumlah Klien Berdasarkan Derajad Ketergantungan:
a. dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari
b. Setiap klien dinilai berdasarkan criteria klasifikasi klien (minimal mmemenuhi tiga kriteria)
c. Kelompok klien sesuai dengan klasifikasi dengan memberi tanda tally (I) pada kolom yang tersedia sehingga dalam waktu satu hari dapat diketahui berapa jumlah klien yang ada dalam klasifikasi minimal, parsial dan total
d. Bila klien hanya mempunyai satu criteria dari klasifikasi tersebut maka klien dikelompokkan pada klasifikasi di atasnya.

Hari ke… Klasifikasi Klien Rata-rata klien/ hari Jumlah Kebutuhan Perawat
Minimal Parsial Total Pagi Sore Malam
1 6 2 4 12 3 2,34 1,54
2 4 3 3 10 2,57 1,91 1,21
3 3 6 3 12 3,21 2,22 1,32
4 4 5 3 12 3,11 2,21 1,35
5 6 3 2 11 2,55 1,89 1,21
6 5 7 1 13 3,1 2,05 1,19
7 7 4 1 12 2,63 1,88 1,18
8 9 3 1 13 2,7 2,01 1,31
9 5 5 3 13 3,28 2,35 1,45
10 7 3 1 11 2,36 1,73 1,11
11 3 8 2 13 3,39 2,22 1,26
12 4 9 2 15 3,83 2,51 1,43
13 6 7 3 16 3,99 2,79 1,69
14 2 10 3 15 4,12 2,68 1,5
15 7 4 4 15 3,71 2,78 1,78
16 5 9 3 16 4,36 2,95 1,73
17 6 3 4 13 3,27 2,49 1,61
18 4 6 5 15 4,1 2,96 1,82
19 6 5 5 16 4,17 3,09 1,95
20 7 4 3 14 3,35 2,48 1,58
21 6 5 4 15 3,81 2,79 1,75
22 7 4 3 14 3,35 2,48 1,58

Jadi rata-rata tenaga yang dibutuhkan untuk tiga shift adalah: 7 perawat. Berarti kebutuhan untuk satu ruangan adalah 7 perawat + 1 Karu + 3 Katim + 2 cadangan = 13 perawat

3. Cara Demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga mennurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
* untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit
* untuk kasus mendesak : 71,28 menit
* untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit

Hasil penelitian di rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai berikut:

Jenis Pelayanan Rata-rata jam perawatan/ perpasien/hari
- non bedah
- bedah
- campuran bedah dan non bedah
- post partum
- bayi baru lahir 3,4
3,5
3,5
3,0
2,5
Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti pada perhitungan cara Need.
4. Cara Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga keperawatan di satuy unit perawatan adalagh sebagai berikut:
Keterangan :
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien /hari
C= Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien padfa perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
* self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
* partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
* Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
* Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit (Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari, sedangkan menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989, h. 245) = 60 menit/ klien/ hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994)
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.
- Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatau unit berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus:

Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%
Jumlah tempat tertentu x 365

- Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari
- Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.
- Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6 jam perhari)
- Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)

Contoh perhitungannya:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat tersebut adalah 5 orang dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
a. Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari, yaitu:
- keperawatan langsung
- keperawatan mandiri 5 orang klien : 5 x 2 jam = 10 jam
- keperawatan parsial 5 orang klien : 5 x 3 jam = 15 jam
- keperawatan total 5 orang klien : 5 x 6 jam = 30 jam
- keperawatan tidak langsung 15 orang klien : 5 x 1 jam = 15 jam
-penyuluhan kesehatan 15 orang klien : 15 x 0,25 jam = 3,75 jam
total jam keperawatan secara keseluruhan 73,75 jam
b. Menetukan jumlah jam keperawatan per klien per hari = 73,75 jam / 15 klien = 4,9 jam
c. Menetukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan tersebut adalah klangsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1989) diatas, sehingga didapatkan hasil sbb:
d. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan perhari, yaitu:
e. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan ketentuan menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990, h. 71). Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:
- shift pagi: 5,17 orang (5 orang)
- shift sore: 3,96 orang (4 orang)
- shift malam: 1, 87 orang (2 orang)

f. Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Health Care Inc. adalah:
- 58% = 6,38 (6 orang) S I keperawatan
- 26% = 2,86 (3 orang) D III keperawatan
- 16% = 1,76 (2 orang) SPK

Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:
- 55% = 6,05 (6 orang) tenaga professional
- 45% = 4,95 (5 orang) tenaga non professional

5. Cara Swansburg (1999)

Jumlah rata-rata pasien/ hari x jumlah perawat/ pasien/ hari
Jam kerja/ hari

Contoh: Pada rumah sakit A, jumlah tempat tidur pada unit Bedah 20 buah, rata-rata pasien perhari 15 orang, jumlah jam perawatan 5 jam/ pasien/ hari, dan jam kerja 7 jam/hari
Cara menghitung
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Jumlah shift dalam seminggu: 11 x 7 = 77 shift
Bila jumlah perawat sama setiap hari dengan 6 hari kerja/ minggu dan 7 jam/ hari maka jumlah perawaty yang dibuthkan = 77 : 6 = 12,83 atau 13 orang.

6. Metoda Formulasi Nina
Nina (1990) menggunsksn lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.

Contoh pengitungannya:
Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300 tempat tidur, didapatrkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60 %, sedangkan rata-rata jam perawatan adaalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
• Tahap I
Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien. Dari contoh diatas A= 4 jam/ hari
• Tahap II
Dihitung B= jumlah rata-erata jam perawatan untuk sekuruh klien dalam satu hari.
B = A x tempat tidur = 4 x 300 = 1200
• Tahap III
Dihitung C= jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.
C= B x 365 hari = 1200 x 365 = 438000 jam
• Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun.
D= C x BOR / 80 = 438000 x 180/ 80 = 985500

Nilai 180 adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180. Sedangkan 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.

• Tahap V
Didapat E= jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.
E= 985500/ 1878 = 524,76 (525 orang)

Angka 1878 didapat dari hari efektif pertahun (365 – 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6 jam)

7. Metoda hasil Lokakarya Keperawatan
Menurut hasil lokakarya keperawatan (Depkes RI 1989), rumusan yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut

Jam perawatan 24 jam x 7 (tempat tidur x BOR) + 25%
Hari kerja efektif x 40 jam

Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus dari Gillies (1989) diatas, tetapi ada penambahan pada rumus ini yaitu 25% untuk penyesuaian ( sedangkan angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).

8. Standar ketenagaan Perawat dan Bidan di Rumah Sakit

Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001) dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit. Model pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Rawat inap
berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan :
• tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
• rata-rata pasien per hari
• jumlah perawatan yang diperlukan / hari / pasien
• jam perawatan yang diperlukan/ ruanagan / hari
• jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari

Contoh perhitungannya

No Jenis kategori Rata-rata pasien/ hari Rata-rata jam perawatan pasien / hari * Jumlah jam perawatan/ hari (cx d)
A b c d e
1
2
3
4
5 Pasien P. dalam
Pasien bedah
Pasien gawat
Pasien anak
Pasien kebidanan 10
8
1
3
1 3,5
4
10
4,5
2,5 35
32
10
13,5
2,5
Jumlah 23 93,0
Keterangan :
* berdasarkan penelitian dari luar negeri

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:

Jumlah jam perawatan = 93 = 13 perawat
Jam kerja efektif per shift 7

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi) dengan :
• Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)

Jumlah hari miggu dalam setahun + cuti + hari besar x Jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif

52 +12 + 14 x 13 = 3,5
286
• Perawat atau bidan yang mengejakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs)
Seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dll. Diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.

(Jumlah tenaga perawat + loss day) x 25% = (13 + 3,5) x 25% = 4,1
Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor koreksi
= 13 + 3,5 + 4,1 = 20,6 (dibulatkan menjadi 21 orang perawat/ bidan)

Tingkat ketergantungan pasien
Pasien diklasifikasikan berdasarkan pasda kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/ asuhan kebidanan, meliputi:
a. asuhan keperawatan minimal
b. asuhan keperawatan sedang
c. asuhan keperawatan agak berat
d. asuhan keperawatan maksimal

Contoh kasus:
No Kategori* Rata-rata jml pasien/ hari Jml jam perawat/ hari** Jml jam perawatan ruangan/ hari (c x d)
a B c d e
1 Askep Minimal 7 2,00 14,00
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak berat 11 4,15 45,65
4 Askep maksimal 1 6,16 6,16
Jumlah 26 87,37
Keterangan:
* : uraian ada pada model Gillies di halaman depan
** : berdasarkan penelitian di luar negeri
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah

Jumlah jam perawatan ruangan/ hari = 87,37 = 12,5 perawat
Jam kerja efektif perawat 7

ditambah (factor koreksi) dengan :
loss day:
52 +12 + 14 x 12,5 = 3,4
286

non-nursing jobs 25%

(Jumlah tenaga perawat + loss day) x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% = 3,9

Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor koreksi
= 12,5 + 3,4 + 3,9 = 19,8 (dibulatkan menjadi 20 orang perawat/ bidan)

b. Jumlah tenaga untuk kamar operasi

• Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi :
- jumlah dan jenis operasi
– jumlah kamar operasi
– Pemakain kamar operasi (diprediksi 6 jam perhari) pada hari kerja
– Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2 orang/ im)
Tingkat ketergantungan pasien:
a. Operasi besar: 5 jam/ operasi
b. Operasi sedang: 2 jam/ operasi
c. Operasi kecil: 1 jam / operasi

( Jml. Jam perawatan/ hari x jml. Operasi) x jml perawat dlm tim x 2
jam kerja efektif/ hari

Contoh kasus:
Dalam satu rumah sakit terdapat 30 operasi perhari, dengan perincian:
operasi besar: 6 orang; operasi sedang: 15 orang; operasi kecil: 9 orang

cara penghitungan:

{(6 x 5 jam) + (15 x 2) + (9 x 1)} x 2 = 19,71 + 1 (perawat cadangan inti)
7 jam

c. Di Ruang Penerimaan

Ketergantungan pasien di ruang penerimaan : 15 menit
Ketergantungan di RR : 1 jam

1,15 x 30 = 4,92 orang (dibulatkan 5 orang)
7
Perhitungan diatas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD.

d. Jumlah tenaga di Instalasi Gawat Darurat

Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
• rata-rata jumlah pasien perhari
• Jumlah jam perawatan perhari
• Jam efektif perhari

Contoh kasus:
rata-rata jumlah pasien perhari = 50
jumlah jam perawatan perhari = 4 jam
Jam efektif perhari = 7 jam
Jadi kebutuhan tenaga perawat di IGD:

50 x 4 = 28,6 = 29 orang + loss day ( 78 x 29) = 29 orang + 8 orang = 37 orang
7 286
e. Critical Care

rata-rata jumlah pasien perhari = 10
jumlah jam perawatan perhari = 12
jadi jumlah kebutuhan tenaga perawat di Critical Care:

10 x 12 = 17,14 = 17 orang +loss day ( 78 x 17) = 17 + 5 orang = 22 orang

f. Rawat Jalan

Jumlah pasien perhari = 100
Jumlah jam perawatan perhari = 15
Jadi kebutuhan tenaga perawat di rawat jalan:

100 x 15 = 4 orang + koreksi 15% ( 4 x 15%) = 4 orang + 0,6 = 5 orang
7 x 60

g. Kamar Bersalin

Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I s.d. kala
IV = 4 jam/ pasien
Jam efektif kerja bidan 7 jam/ hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang

Contoh: jumlah bidan yang diperlukan adalah:

10 x 4 jam = 40 = 5,7 = 6 orang + loss day ( 78 x 1,6 ) = 6 + 2 = 8 orang
7 jam/hr 7 286

E. Penutup

Salah satu aspek yang sangat penting untuk mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu adalah tersedianya tenaga keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan baik kuantitas maupun kualitasnya. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik dalam menetukan pengembangan tenaga perawat.

Perencanaan yang salah bisa mengabitkan kekurangan tenaga atau kelebihan tenaga, bila tenaga berlebih akan mengakibatkan kerugian pada rumah sakit, dan apabila tenaga kurang bisa mengakibatkan beban kerja yang tinggi sehingga kualitas pelayanan akan menurun. Bila kualitas pelayanan menurun bisa berdampak pada kunjungan pasien akan menurun dan ini akan mengakibatkan income rumah sakit menurun dan seterusnya bisa membuat kesejahteraan karyawan juga menurun.

Manajer keperawatan dituntut untuk bisa merencanakan jumlah tenaga oerawat yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan yang real, sehuingga mutu pelayanan dapat terjamin. Disamping itu manajer harus mempunyai visi dan misi sesuai dengan visi dan misi rumah sakit. Dalam setuiap pengambilan keputusan harus betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, baik aspek mikro maupun aspek makro rumah saikit.

Pendekatan perhitungan tenaga yang dibahas dalam makalah ini mudah-mudahan dapat membantu para manajer keperawatan di rumah sakit dalam merencanakan penambahan tenaga keperawatan.

Minggu, 07 November 2010

ASKEP SC


A. pengertian
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.
(Arif Mansjoer, 2002)
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat syatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Rustam Mokhtar, Edisi 2.1998)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat ,rhim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
(Sarwono Prawirohartjo,2000)
Letak Sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah.
(Rustam Mokhtar,Edisi 2.1998)

2.JENIS JENIS SECTIO CAESARIA

1.Sectio caesaria transperitonealis profunda
Sectio caesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.keunggulan pembedahan ini adalah:
a.Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b.Bahaya peritonitis tidak besar.
c.Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.





2.Sectio ceacaria klasik atau section ceacaria komporal
Pada cectio ceacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section ceacaria transperitonealis profunda.

3. Sectio ceacaria ekstra peritoneal
Section ceacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan.

3.INDIKASI-INDIKASI
a.Indikasi Ibu dengan s c :
Plasenta previa sentralis (Posterior)dan totalis, Panggul sempit, Disproposi cepalo pelvis (ketidak sesuaian antara kepala dan tanggul), Partus lama, Ruptur uteri mengencang, Partus tidak maju, Distosia serviks, Pre eklamsia dan hiprtensi,Disfungsi uterus,Distosia jaringan lunak .
b.Indikasi Janin dengan s c :
1. Letak lintang
2. Letak bokong
3. Presentasi rangap bila reposisi tidak terhenti
4. Presentasi dahi dan muka(letak depleksi)bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil
5. Gemili menurut easmant,s c di anjurkan
a. 1.Bila janin pertama letak lintang/presentasi bahu
b. 2.Bila terjadi interior
c. 3.Distosia oleh karena tumor
d. 4.Gawat janin
6. Kelainan Uterus :
a. Uterus arkuatus
b. Uterus septus
c. Uterus duplekus
6. Terdapat tumor dipelvisminor yang menggangu masuk kepala janin kepintu atas panggul
4.HAl-HAl YANG PERLU DI PERHATIKAN DALAM SC
1.Sectio Ceaceria Efektif
Sekcio ceacaria ini di rencanakan lebih dahulu di ketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan keuntungannya ialah bahwa waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa persiapan dapat dilakukan dengan baik kerugiannya oleh karena persalinan belum mulai,segmen bawah uterus belum berbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan dan lebih mudah terjadi abonia uteri dengan pendarahan karena uterus mulai dengan kontraksinya.
2.Anastesia
Anastesia umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernapasan,sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat di atasi dengan mudah.selain itu ada pengaruh terhadap tonus uterus,sehingga kadang-kadang timbul pedarahan post partum karena atonia uteri,akan tetapi bahaya tebesar ialah apabila di beri anastesi umum sedangkan lambung penderita tidak kosong pada wanita tidak sadar karena anastesi ada kemungkinan isi lambung masuk kedalam.
3.Transfusi Darah
Perdarahan pada section caesaria lenih banyak daripada persalinan pervaginam.perdarahan ini dapat disebabkan oleh insisi pada uterus ketika pelepasan plasenta mungkin juga karena terjadinya atonia uteri post partum, berhubungan dengan itu,pada tiap-tiap section caesaria perlu diadakan persediaan darah.
4.Pemberian Antibiotic
Walaupun pemberian antibiotic sesudah sectio caesaria efektif dapat dipersoalkan,namun pada persediaanya dianjurkan.


5.KOMPLIKASI
a.Ibu
1. Injeksi purporal
2. Perdarahan
3. Luka dinding kandung kemih
4. Embolisme paru
5. Rupture uteri
b.Bayi
Kematian perinatal

6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Jumlah darah lengkap,hemoglobin atau hematokrit.mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan
b. Urinalisis, kultur urin, darah, vagina dan lokhea, pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual.

7. PERAWATAN
Perawatan post partum dimuali sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum infeksa. Bila laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukan perawatan luka dengan sebaik-baiknya.
Diit yang diberikan harus bermutu tinggidengan cukup kalori mengandung cukup protein, cairan serta banyak buah-buahan karena wanita tersebut mengalami hemokonsentrasi miksi atau berkemih harus secepatnya dilakukan sendiri. Defeksi atau BAB harus ada dalam 3 hari post partum. Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya mulas dapat diberi analgesic atau sedatif supaya dapat beristirahat atau tidur.


B.Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi : Kehilangan darah selama prosedur kira-kira 400 – 500 cc
b. Makanan/Cairan :Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
c.Neurosensori :Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestisi spinal epidurald.Nyeri/Ketidaknyamanan: Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya trauma bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestese, mulut mungkin kering.
e.Pernafasan :Bunyi paru jelas dan vasikuler.
f. Keamanan :Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh, bila digunakan, paten, dan sisi bebas eritema bengkak dan nyeri tekan.
g. Seksualitas : Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak

2.Diagnosa Keperawatan
Menurut doengeos E.marllyn ( 2001 ) hal 415, adalah sebagai berikut:
a. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi atau peningkatan anggota keluarga,krisis situasi.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,efek-efek anastesi,distensi kandungan kemih atau abdomen
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi acaman pada konsep diri transmisi atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
e. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau rugulasi, efek-efek anastasi,trombo emboli,trauma jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,penurunan hemoglobin,prosedur invasive dan atau peningkayan pemanjanan lingkungan,pecah ketuban lama dan mal nutrisi
g. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, dehidrasi, diare persalinan, kurang asupan.
h. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, priode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang informasi
i. Gangguan pemenuhan kebutuhan (personal Hygiene) berhubungan dengan kelemahan fisik
j. Perubahanan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal.

3. Rencana tindakan
Tahap perencanaan merupakan tahap penentuan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan dan tindakan yang direncanakan. Intervensi dari diagnose keperawatan diatas yaitu sebagai berikut :
DX 1 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi atau peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.
Tujuan : perubahan proses keluarga tidak terjadi.
Kriteria hasil :klien dapat menggendong bayi bila kondisi ibu dan
Neonates memungkinkan serta mampu
mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang
dekat klien mulai secara aktif mengikuti tugas
perawatan bayi baru lahir dengan tepat
Intervensi :
a. Anjurkan klien menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, bantu sesuai kebutuhan.
b. Berikan kesempatan ayah atau pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan membantu dalam perawatan bayi.
c. Observasi dan catat interaksi keluarga bayi.
d. Perhatikan pengungkapan atau perilaku yang menunjukkan kekecewaan/kurang minat/kedekatan
e. Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapakan perasaan yang negative tentang diri mereka dan bayi
f. Berikan informasi sesuai kebutuhan tentang keamanan dan kondisi bayi
g. Anjurkan dan bantu dalam menyusui
h. Diskusikan kebutuhan,kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan.


DX 2: Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
Tujuan : Nyeri tidak terjadi.
Kreteria Hasil : klien mampu mengidentifikasikan dan menggunakan
rencana untuk mengatasi nyeri atau ketidaknyamanan
serta mengungkapkan berkurangnya nyeri. Klien
tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan
tepat.
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan.
b. Berikan informasi dan petunjuk antipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan
c. Evaluasi tekanan darah dan nadi, perhatikan perubahan perilaku
d. Ubah posisis klien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan gosakan punggung.
e. Lakukan latihan napas dalam.
f. Anjurkan penggunaan recumen lateral/kiri.
g. Anjurkan tekhnik distraksi dan relaksasi.
h. Perhatikan adanya nyeri tekan uterus ,perhatikan infuse oksitoksin pasca operasi.
i. Anjurkan mobilisasi dini dan menghindari makanan yang mengandung gas.
j. Palpasi kandung kemih, perhatika adanya rasa penuh
k. Berikan analgesic sesuai yang diresepkan oleh dokter.

DX 3: Ansietas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.
Tujuan : Ansietas tidak terjadi
Kriteria hasil :klien mampu mengungkapkan kesadaran akan ansietas
mampu mengidentifikasi cara untuk menurukan atau
menghilangkan ansitas. Klien melaporkan bahwa
ansietas sudah menurun ketempat yang dapat
diatasi,klien kelihatan rileks dapat tidur istirahat
dengan benar.



Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
b. Bantu klien/pasang dalam mengidentifikasikan mekanisme koping yang lazim dan berkembang strategi koping jika dibutuhkan .
c. Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi
d. Anjurkan klien untuk sering kontak dengan bayi sesegera mngkin.

DX 4. harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Tujuan : harga diri rendah situasional tidak terjadi.
Kriteria Hsail : klien mampu mendiskusikan masalah berhubungan
dengan peran dalam dan persepsi terhadap
pengalaman kelahiran dan klien atau pasangan dan
mampu mengekspresikan harapan dirir yang positive.
Intervensi :
a. Tentukan respon emosional klien atau pansangan terhadapn kelahirsn SC
b. Tinjau ulang partipasi klien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran
c. Beritahukan klien tentang hampir samanya antara kelahiran
d. Sc dan kelahiran melalui vagina

DX5:Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia/ regulasi, trauma jaringan.
Tujuan :Resiko tinggi terhadap cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil :klien mampu mendemontrasikan perilaku untuk
menurunkan factor resiko dan perlindungan diri,dan
klien bebas dari komplikasi
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Insfeksi balutan terhadp pendarahan yang berlebihan
c. Perhatikan kateter dan jumlah aliran-aliran lochhea dan konsistensi fundus
d. Pantau masukan cairan dan pengeluaran urin
e. Ajarkan klien untuk ambulasi dni.
f. Anjurkan klien untuk merubah selalu posisi tubuh (dudk, berbaring dalam posisi datar)
g. Inspeksi daerah luka operasi (apakah sudah ada perubahan penyembuhan).
h. Inspeksi daerah ekstremitas bawah terhadap tanda tromboplebitis.
i. Anjurkan latihan kaki/pergelangan kaki dan ambulasi dini.
j. Berikan cairan infus sesuai dengan program.
k. Periksa Hb, Ht pasca operasi bandingkan dengan kadar pra operasi.
l. Berikan kaos kaki penyokong ata balutan elastis untuk kaki bila resiko atau gejala plebitis ada.

DX 6:Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb,
prosedur infasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, pemecahan
ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : resiko tinggi infeksi tidak terjadi.
kriteria hasil : klien mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan,
mampu menunjukkan luka bekas dan drainase lunak /
tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lochea
norml dan klien bebas dari infeksi, tidak demam.
Intervensi :
a. Anjurkan dan gunakan teknik septic dan anti septic
b. Perhatikan factor yang menyebabkan terjadinya infeksi
c. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan
d. Berikan luka dan ganti balutan luka bila basah
e. Inspeksi insisisi terhadap proses penyembuhan
f. Dorong klien untuk mandi air hangat setiap hari tetapi tidak mengenai luka operasi
g. Observasi suhu,nadi dan jumble sel darah putih
h. Anjurkan istirahat cukup
i. Berikan antibiotic khusus untuk proses infeksi yang diresepkan oleh dokter.






DX 7:Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
Tujuan : konstipasi tidak terjadi
kriteria hasil :klien mampu mendemonstrasikan kembalinya
mobilitas usus dibutuhkan oleh bising usus dan
keluarnya flatus dan klien mendapatkan kembali pola
eliminasi biasanya atau optimal.
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus
b. Palpasi abdomen,perhatikan distensi atau ketidak nyamanan
c. Anjurkan makanan yang berserat tinggi
d. Anjurkan untuk ambulasi dini
e. Anjurkan cairan oral yang adekuat (missal : 6-8 gelas/hari
f. Identifikasi aktivitas klien yang dapat merangsang kerja usus
g. Berikan pelunak feses sesuai dengan instruksi dokter

DX 8: kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologi, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang nya informasi
Tujuan :ibu mengerti tentang perawatan bayi
kriteria hasil :klien mampu mengungkapkan pemahan tentang
perubahan, kebutuhn individu,hasil yang diharapkan,
serta dapat melakkukan aktivitas – aktivitas/prosedur
yang perlu dengan benar untuk penjelasan dan
tindakan.
Intervensi :
a. Kaji motivasi klien untuk belajar
b. Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi atau ceklis
c. Kaji keadaan fisik klien
d. Perhatikan status psikologis danb respon terhadap seksiosesaria serat peran menjadi ibu
e. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang berkaitan dengan kelahiran seksiosesaria
f. Kaji ulang perawatan diri ( perawatan parineal,perawatan luka,heygine dan berkemih ).
g. Kaji tanda atau gejala yang perlu perhatian khusus ( demam, disuria, peningkatan jumble lochea )
h. Ajarkan cara perawatan bayi.
i. Diskusikan rencana-rencana piñatalaksanaan dirumah ( membantu pekerjaan rumah,susunan fisik rumah, pengaturan tidur bayi
j. Berikan informasi tentang kb beserta keuntungan dan kerugiannya.

DX 9 : gangguan pemenuhan kebutuhan (personal Hygiene) berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : pemenuhan kebutuhan terpenuhi
Kriteria hasil :
 Klien mampu memenuhi personal hygine secara mandiri
 Badan tampak bersih tidak lengket
 Klien terlihat rapi, rambut bersih dan tidak berminyak
 Vulva bersih
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam
2. Kaji kemempuan klien dalam perawatan diri
3. Bantu klien dalam perawatan diri ( mandi, mencuci rambut, vulva hygiene) jika diperlukan
4. Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam
5. Kaji kemampuan klien dalam perawatan diri

DX 10 :Perubahan eliminasi : urin berhubungan dengan trauma,efek hormonal
dan efek anastasi
Tujuan : Gangguan eliminasi urin tidak terjadi
Kriteria hasil : klien mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal
setelah pengangkatan kateter, klien mengosongkan
kandung kemih pada setiap berkemih.


Intervensi :
a. Perhatikan dan catat jumlah,warna dan konsistensi drainase urin.
b. Test urin terhadap albumin dan aseton.
c. Berikan cairan peroral (6-8 gelas/hari )
d. Palpasi kandung kemih,pantau tinggi pundus,lokasi dan jumlah aliran lochea.
e. Perhatikan tanda dan gejala ISK ( warna keruh,bau busuk,sensasi terbakar setelah pengangkatan kateter
f. Gunakan metode untuk memudahkan pengangkatan kateter setelah berkemih( menyiramkan air hangat keperinium )
g. Perhatikan infus intravena selama 24 jam setelah pembedahan sesuai indikasi
h. Lepaskan kateter sesuai indikasi ( biasanya 6-12 jam post partum ).

4. Pelaksaaan
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :


1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan
keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen,dan dependen.
3. Dokumentasi: Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara lengkap
dan akurat.

5.Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan.
a. Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawata dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
b.Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif,
fleksibel dan efisien.

Minggu, 15 Agustus 2010

Askep CHF

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah “Congestive Heart Failure (CHF)” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memberikan sejumlah informasi tentang Gagal Jantung yang merupakan suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. Kadang orang salah mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi masukan sekaligus informasi bagi para pembaca tentang penyakit gagal jantung tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami megharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna kesempurnaan makalah akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan , serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Kendari, November 2009

Tim Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasarkan pada perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.
Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung yang bertindak sebagai pompa sentral akan memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.
Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal atau koarktasio aorta.
Dengan ketersediaan dari obat-obat baru yang berpotensi untuk mempengaruhi secara menguntungkan kemajuan dari penyakit, prognosis pada gagal jantung kongestif umumnya adalah lebih menguntungkan daripada yang diamati 10 tahun yang lalu. Pada beberapa kasus-kasus, terutama ketika disfungsi otot jantung telah berkembang baru-baru ini, perbaikan secara spontan yang signifikan bukannya tidak biasa diamati, bahkan ke titik dimana fungsi jantung menjadi normal.
B. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan sejumlah informasi kepada para pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai gagal jantung kongestif/Congestive Heart Failure (CHF)
2. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi CHF
3. Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan dengan kasus CHF
C. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah selain untuk menambah wawasan mahasiswa keperawatan, juga sebagai bahan acuan dalam pembuatan asuhan keperawatan dengan kaksus Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian


Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung (cardiac output=CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Gagal jantung adalah keadaan patifisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolisme tubuh, dan kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.
Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank-Starling. Dengan demikian manifestasi klinik gagal jantung terdiri dari berbagai respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal yang tidak normal. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Mekanisme Kompensasi
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal jantung.
1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi fight-or-flight. Reaksi ini terjadi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dari kelenjar adrenal ke dalam aliran darah; noradrenalin juga dilepaskan dari saraf.
2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium) oleh ginjal.
Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung.
Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah.
3. Mekanime utama lainnya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung.[
B. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
1. Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
2. Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

C. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat;
1. Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik,
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem rennin-angiotensin-aldosteron,
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. [
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut.
Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat dingin.
Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
• Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
• Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
• Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi : dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik.
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:
Klas I: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.
Klas II: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.
Klas III: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.
Klas IV: gejala timbul pada saat istirahat.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
E. Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala.
[[[
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.



BAB III
SIMPULAN

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
Gagal jantung kongestif umumnya adalah penyakit yang progresif dengan periode-periode dari stabilitas yang diberi tanda baca oleh perburukan-perburukan klinis secara episodik (kadang-kadang). Perjalanan penyakit pada pasien mana saja, bagaimanapun, adalah bervariasi dengan ekstrem. Faktor-faktor yang terlibat dalam menentukan harapan jangka panjang (prognosis) untuk pasien yang diberikan termasuk:

• sifat dasar dari penyakit jantung yang mendasarinya,
• respon pada obat-obat,
• derajat pada sistim-sistim organ lain yang terlibat dan keparahan dari kondisi-kondisi lain yang menyertainya,
• gejala-gejala pasien dan derajat gangguan, dan
• faktor-faktor lain yang tetap namun masih kurang dimengerti.
Hal yang penting pada gagal jantung kongestif adalah risiko gangguan-gangguan irama jantung (arrhythmias). Dari kematian-kematian yang terjadi pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif, kira-kira 50% berhubungan dengan gagal jantung yang profresif. Penting, setengahnya diperkirakan berhubungan dengan aritmia-aritmia yang serius. Kemajuan utama adalah penemuan bahwa penempatan yang bukan operasi dari cardioverter/defibrillators automatik yang dapat ditanamkan atau automatic implantable cardioverter/defibrillators (AICD) pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif yang parah (ditentukan oleh fraksi ejeksi atau ejection fraction dibawah 30%-35%) dapat secara signifikan memperbaiki kelangsungan hidup, dan telah menjadi standar dari perawatan pada kebanyakan pasien-pasien seperti ini.


DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
http://netsains.com/2009/08/misteri-gagal-jantung/
http://medicastore.com/penyakit/3/Gagal_Jantung.html
bedah46.blogspot.com/2009/02/gagal-jantung.html
http://akperppnisolojateng.blogspot.com/2009/04/askep-gagal-jantung-kongestif-chf_27.html

Askep Plasenta Praevia


Konsep Dasar

1. Defenisi


Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (Saifudin, 2001 : 536)
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. (Wiknjosostro, 1999 : 365)
Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus . Plasenta previa adalah jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpuks uteri jauh dari ostium internus servisis , tetapi terletak sangat dekat pada ostium internus tersebut.

2. Etiologi
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. (Wiknjosostro, 1999 : 367)

Faktor-faktor Etiologi:
a. Umur dan paritas
• Pada primigravida umur >35 tahun lebih sering dibandingkan umur < 25 tahun
• Pada multipora lebih sering
b. Endometrium hipoplastis: kawin dan hamil umur muda.
c. Endometrium bercacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, curettage, dan manual placenta.
d. Corpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
e. Adanya tumor; mioma uteri, polip endometrium.
f. Kadang-kadang pada malnutrisi

3. Klasifikasi Plasenta Previa
Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu :
-Plasenta previa totalis , apabila seluruh pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta .
-Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta .
-Plasenta previa marginalis , apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan (ostium internus servisis)
-Plasenta letak rendah , apabila plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir

4. Anatomi Fisiologi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insersio sentralis). Bila hubungan agak pinggir (insersio lateralis). Dan bila di pinggir plasenta (insersio marginalis), kadang-kadang tali pusat berada di luar plasenta dan hubungan dengan plasenta melalui janin, jika demikian disebut (insersio velmentosa).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 10 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, amnion hanya menempel saja.
Pada umumnya di depan atau di belakang dinding uterus agak ke atas ke arah fundus uteri, plasenta sebenarnya berasal dari sebagian dari janin, di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena untuk menampung darah yang berasal ruang interviller di atas (marginalis).
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik untuk pertumbuhan adanya zat penyalur, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu kejanin dan pembuangan CO2.
Fungsi Plasenta :
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin.
b. Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme.
c. Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2.
d. Sebagai alat pembentuk hormone.
e. Sebagai alat penyalur perbagai antibody ke janin.
f. Mungkin hal-hal yang belum ketahui.(Wiknjosostro, 1999 : 66)

5. Patofisiologi
Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 10 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta menipis, umumnya terjadi pada trismester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. (Mansjoer, 1999 : 276)
6. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik dari plasenta previa adalah :
 Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi > 22 minggu
 Darah segar atau kehitaman dengan bekuan
 Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau koitus
 Perdarahan permulaan jarang begitu berat . Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri dan terjadi kembali tanpa diduga .
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas pintu atas panggul., ada kelainan letak janin
Pemeriksaan inspekulo : Perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.



7. Komplikasi
a) Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan.
b) Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti Asfiksi berat. ( Mansjoer, 1999 : 277)
Komplikasi bersifat relevan:
a) Infeksi yang di dapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan seksio sesarea pada persalinan.
b) Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan varikositas.
c) Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar obstruksi
d) Kecelakaan anestesi (Martius,2000:105).
8. Diagnosis
a. Anamnesis.
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
b. Pemeriksaan Luar.
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
c. Pemeriksaan In Spekulo.
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
e. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif..
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)

9. Penatalaksanaan
a. Terapi Ekspektif
1) Tujuan supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.
2) Syarat-syarat terapi ekspektif :
3) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.
4) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta.
- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
- Belum ada tanda-tanda in partu.
- Keadaan umum ibu cukup baik.
- Janin masih hidup.
5) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
- MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam.
- Nifedipin 3 x 20 mg perhari.
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
6) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil amniosentesis.
7) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium uteri interim.
8) Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulang untuk rawat jalan.
b. Terapi Aktif ( tindakan segera ).
1) Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervagina yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang moturitus janin.
2) Lakukan PDMO jika :
a) Infus 1 transfusi telah terpasang.
b) Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram ) dan inpartu.
c) Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor, seperti anesefali.
d) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul ( 2/5 atau 3/5 pada palpasi luar ).
3) Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa seksio sesarea .
a) Prinsip utama adalah menyelamatkan ibu, walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
b) Tujuan seksio sesarea : persalinan dengan segera sehingga uterus segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan kemungkinan terjadi robekan pada serviks, jika janin dilahirkan pervagina.
c) Siapkan darah pengganti untuk stabiliasi dan pemulihan kondisi ibu. (Saifuddin, 2001 : 536 )
4) Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
a) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
b) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
c) Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
3. Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4. Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga..
5. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6. Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
9. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.(Cunningham, 1995 : 529)

Diagnosa Keperawatan
a) Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan atau adanya peningkatan anggota keluarga. (Doengoes,2001:415).
b) Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan (Doengoes,2001:417).
c) Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi (Doengoes,2001:417).
d) Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan (Doengoes,2001:422).
e) Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (Doengoes,2001;422)
f) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak (Doengoes,2001:427)
g) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (Doengoes,2001:430).
h) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan stsu mengingati kesalahan interpretasi , tidak mengenal sumber-sumber (Doengoes,2001:431)
i) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi (Doengoes,2001:437)
j) Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidatnyamana fisik (Doengoes,2001:436)



DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, Persis Mary. (1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. (1986) Ilmu Kebidanan¸ Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Rustam. (1988) Sinopsis Obstetri, Jakarta
Arif Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI . Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
http://blog.ilmukeperawatan.com/ante-partum-bleeding-perdarahan-ante-partum-suspect-placenta-previa-perdarahan.html
http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/askep-plasenta-previa.html
http://lely-nursinginfo.blogspot.com/2007/10/theory-of-caesarean.html

Askep Panggul Sempit

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PANGGUL SEMPIT

Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
 Fetal distress
 His lemah / melemah
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
 Plasenta previa
 Kalainan letak
 Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
 Rupture uteri mengancam
 Hydrocephalus
 Primi muda atau tua
 Partus dengan komplikasi
 Panggul sempit
 Problema plasenta
 Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum
Definisi Puerperium / Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
 Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
 Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Tanda dan Gejala
1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
o Lochea
o Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
 Rubra (merah) : 1-3 hari.
 Serosa (pink kecoklatan)
 Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
 Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
 Perineum
 Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
 Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
 Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
 Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
 Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
 Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
 Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
 Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
 Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
 Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
 Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
 Nafsu makan kembali normal.
 Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
 Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
 Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
 Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
 Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS
PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding
PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .
• Pengaruh pada anak
• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.
• Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip
• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ – 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan percobaan.
• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
• Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi
Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )